
Mahkamah Konstitusi Menolak Permohonan Uji Materi Tentang Warga Negara Tak Beragama yang Belum Diakui di Adminduk
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi terkait pengakuan warga negara tak beragama di Adminduk. Keputusan ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Beberapa pihak mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, namun ada juga yang kecewa dengan putusan tersebut.
Pihak yang mendukung menganggap bahwa pengakuan warga negara tak beragama di Adminduk dapat membuka jalan bagi pengakuan hak-hak mereka secara lebih luas. Namun, pihak yang kecewa merasa bahwa keputusan tersebut belum memberikan perlindungan yang cukup bagi warga negara tak beragama.
Raymond Kamil dan Teguh Sugiharto menganalisis sifat kedua pasal di atas, yaitu Pasal 61 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk
Yang bersangkutan dengan kartu keluarga (KK) atau kartu tanda penduduk (KTP) sedaialah Pasal 61 ayat (1) dan berlainan lagi dengan Pasal 64 ayat (1). Kedua pasal yang diuji menyatakan ketentuan bahwa KK dan KTP memuat kolom agama atau kepercayaan.
Bagi para pemohon mendalilkan, data kependudukan KK dan KTP menunjukkan data agama / kepercayaan tidak wajib ada kolom apabila pemohon tidak melukai agama / kepercayaan tertentu.
Ini terkait dalil permohonan itu MK menjelaskan, konsep kebebasan beragama yang di jamin constitusi Indonesia belum bermakna sebatas ‘bebas’ yang memberikan ruang kepada warga negara untuk tidak melambai agama ataupun tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Mahkamah, karakter negara Indonesia sebagai bangsa beragama atau dalam hal kepercayaan menentang adanya ru’ut yang telah diwujudkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
BACA JUGA : rans4d Merupakan Tempat Terbaik Untuk Menghasilkan Uang.
Penerapan pembatasan terhadap warga negara Indonesia dalam hal kewajibannya mendahului dengan mengeluhkan dalam melakukan penyataan bahwa mereka akan memeluk agama atau system kepercayaan tertentu, seperti dikaruniai oleh Pancasila dan diperintahkan oleh UU konstitusi.
Mahkamah menilai, pembatasan tersebut merupakan pembatasan yang proporsional tidak diterapkan secara opresif dan sewenang-wenang.
Pasalnya setiap warga negara hanya diwajibkan menyebutkan agama dan kepercayaannya untuk dicatat dan dibubuhkan dalam data kependudukan anpa adanya kewajiban hukum lain.
“Tanpa agama atau tumbuh agamma bukan berarti penilaian individu tidak beragama atau tidak yang menganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa,” ucap Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan putusan.